FEMINISME MENURUT PANDANGAN ISLAM

Feminisme (tokohnya disebut Feminis) adalah sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria. Feminisme berasal dari bahasa Latin, femina atau perempuan. Istilah ini mulai digunakan pada tahun 1890-an, mengacu pada teori kesetaraan laki-laki dan perempuan serta pergerakan untuk memperoleh hak-hak perempuan. Sekarang ini kepustakaan internasional mendefinisikannya sebagai pembedaan terhadap hak hak perempuan yang didasarkan pada kesetaraan perempuan dan laki laki.



Sejarah Feminisme

Gerakan feminis dimulai sejak akhir abad ke- 18, namun diakhiri abad ke-20, suara wanita di bidang hukum, khususnya teori hukum, muncul dan berarti. Hukum feminis yang dilandasi sosiologi feminis, filsafat feminis dan sejarah feminis merupakan perluasan perhatian wanita dikemudian hari. Di akhir abad 20, gerakan feminis banyak dipandang sebagai sempalan gerakan Critical Legal Studies, yang pada intinya banyak memberikan kritik terhadap logika hukum yang selama ini digunakan, sifat manipulatif dan ketergantungan hukum terhadap politik, ekonomi, peranan hukum dalam membentuk pola hubungan sosial, dan pembentukan hierarki oleh ketentuan hukum secara tidak mendasar.
Walaupun pendapat feminis bersifat pluralistik, namun satu hal yang menyatukan mereka adalah keyakinan mereka bahwa masyarakat dan tatanan hukum bersifat patriaki. Aturan hukum yang dikatakan netral dan objektif sering kali hanya merupakan kedok terhadap pertimbangan politis dan sosial yang dikemudikan oleh idiologi pembuat keputusan, dan idiologi tersebut tidak untuk kepentingan wanita. Sifat patriaki dalam masyarakat dan ketentuan hukum merupakan penyebab ketidakadilan, dominasi dan subordinasi terhadap wanita, sehingga sebagai konsekuensinya adalah tuntutan terhadap kesederajatan gender. Kesederajatan gender tidak akan dapat tercapai dalam struktur institusional ideologis yang saat ini berlaku.
Feminis menitikberatkan perhatian pada analisis peranan hukum terhadap bertahannya hegemoni patriaki. Segala analisis dan teori yang kemudian dikemukakan oleh feminis diharapkan dapat secara nyata diberlakukan, karena segala upaya feminis bukan hanya untuk menghiasi lembaran sejarah perkembangan manusia, namun lebih kepada upaya manusia untuk bertahan hidup. Timbulnya gerakan feminis merupakan gambaran bahwa ketentuan yang abstrak tidak dapat menyelesaikan ketidaksetaraan.

 Jenis-jenis Feminisme
1.        Feminisme Liberal
Aliran feminisme Liberal berakar dari filsafat liberalism yang memiliki konsep bahwa kebebasan merupakan hak setiap individu sehingga ia harus diberi kebebasan untuk memilih tanpa terkekang oleh pendapat umum dan hukum. Akar teori ini bertumpu pada kebebasan dan kesetaraan rasionalitas.

2.        Feminisme Marxis
Aliran ini memandang masalah perempuan dalam kerangka kritik kapitalisme. Asumsinya, sumber penindasan perempuan berasal dari eksploitasi kelas dan cara produksi. Status perempuan jatuh karena adanya konsep kekayaan pribadi (private property) kegiatan produksi yang semula bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri berubah menjadi keperluan pertukaran (exchange).

3.        Feminisme Radikal
Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat sistem patriarki (sistem yang berpusat pada laki-laki). Pada pokoknya, aliran ini berupaya menghancurkan sistem patriarki, yang fokusnya terkait fungsi biologis tubuh perempuan.

4.        Feminisme Sosial

Feminisme sosial muncul sebagai kritik terhadap feminisme Marxis. Aliran ini mengatakan bahwa patriarki sudah muncul sebelum kapitalisme, dan tetap tidak akan berubah jika kapitalisme runtuh. Feminisme sosial menggunakan analisis kelas dan gender untuk memahami penindasan perempuan.

5.        Feminisme Teologis

Teori ini dikembangkan berdasarkan paham teologi pembebasan yang menyatakan bahwa sistem masyarakat dibangun berdasarkan ideologi, agama, dan norma-norma masyarakat. mereka berpendapat bahwa penyebab tertindasnya perempuan oleh laki-laki adalah teologi atau ideologi masyarakat yang menempatkan perempuan di bawah laki-laki (subordinasi).

6.        Ekofeminisme

Aliran ini merupakan jenis feminisme yang meyalahi arus utama ajaran feminisme, sebab cenderung menerima perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Ekofeminisme mengkritik pemikiran aliran-aliran sebelumnya yang menggunakan prinsip maskulinitas-ideologi untuk menguasai-dalam usaha untuk mengakhiri penindasan perempuan akibat sistem patriarki.

Respons Masyarakat Muslim
Penyebaran ide-ide feminisme secara sistematis dan besar-besaran memunculkan beraneka respon dari masyarakat Muslim, diantaranya semakin banyak jumlah penganut dan penganjur feminisme, baik secara individual maupun kelompok, dari lembaga pemerintahan maupun LSM. Di Indonesia terdapat tiga kelompok masyarakat Islam yang muncul.
Pertama, kelompok konservatif, adalah mereka yang menolak isu-isu jender dan feminisme, baik yang dikemukakan oleh feminis Muslim apalagi feminis Barat. Bagi kelompok ini feminisme adalah ambisi kaum perempuan Barat yang ingin melepaskan diri dari cengkeraman kaum laki-laki.
Kedua, kelompok moderat, adalah mereka yang menerima ide-ide feminisme dan jender selama masih berada dalam koridor ajaran Islam. Menurut mereka, Islam justru diturunkan untuk mengatasi ketidakadilan jender.
Ketiga, kelompok liberal, adalah mereka yang menerima secara umum ide-ide feminisme, utamanya ide kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam berbagai segi. Menurut mereka, ide kesetaraan jender tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Konsep Islam Tentang Perempuan

Pembahasan tentang konsep Islam diawalai dengan pandangan sejumlah peradaban lain tentang perempuan sebelum datangnya Islam. Masyarakat Yunani yang terkenal dengan pemikiran filsafatnya, tidak banyak membicarakan perempuan. Dikalangan elite, para perempuan ditempatkan (disekap) dalam istana-istana. Dikalangan bawah, nasib mereka sangat menyedihkan, mereka diperjualbelikan.
Dalam peradaban Romawi, wanita sepenuhnya berada dibawah kekuasaan ayahnya. Setelah kawin, kekuasaan tersebut pindah kepada sang suami. Peradaban Hindhu dan China tidak lebih baik dari peradaban Yunani dan Romawi. Hak hidup seorang perempuan yang bersuami harus berakhir pada saat kematian suaminya; istri harus dibakar hidup-hidup pada saat mayat suaminya dibakar.
Dalam ajaran Yahudi, martabat perempuan sama dengan pembantu. Dalam pandangan sementara pemuka Nasrani ditemukan bahwa perempuan adalah senjata iblis untuk menyesatkan manusia. Sementara itu, di semenanjung Arabia sebelum datangnya Islam, terdapat kebudayaan yang disebut Jahiliyah. Di zaman ini perempuan dipandang sangat rendah.
Islam datang untuk melepaskan perempuan dari perlakuan yang tidak manusiawi dari berbagai kebudayaan manusia, sebagaimana disebutkan diatas. Islam memandang perempuan sebagai makhluk yang mulia dan terhormat, memiliki hak dan kewajiban yang disyariatkan Allah. Dalam Islam, haram hukumnya menganiaya dan memperbudak perempuan, dan pelakunya diancam dengan siksaan yang pedih.

Kesamaan Kedudukan Perempuan dengan Laki-laki

Salah satu tema utama sekaligus prinsip pokok dalam ajaran Islam adalah persamaan antar manusia, baik antara lelaki dan perempuan maupun antar bangsa, suku, dan keturunan. Ketika menyebutkan asal kejadian manusia, ayat pertama dari Q.S. al-Nisa’ menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan berasal dari satu jenis yang sama dan bahwa dari keduanya Allah mengembangbiakkan keturunannya, baik lelaki maupun perempuan. Dalam sebuah hadis, Rasul Allah SAW bersabda, “Bahwasanya para wanita itu saudara kandung para pria” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan Tirmizi).
Kesamaan lain antara perempuan dan laki-laki adalah dalam hal menerima beban taklif (melaksanakan hukum) dan balasannya kelak di kahirat. Q.S. al-Mu’min:40 menyebutkan bahwa siapa saja laki-laki maupun perempuan yang beriman dan mengerjakan amal saleh, maka akan masuk surga.
Seruan Allah kepada keduanya sebagai hamba Allah adalah sama yaitu kewajiban menyeru manusia pada Islam, sholat, puasa, zakat, haji, menuntut, saling tolong-menolong berbuat kebaikan, mencegah kemungkaran, berakhlak mulia, larangan berzina, mencuri, dsb.
Ajaran Islam melarang untuk menyakiti dan mengganggu orang beriman, baik laiki-laki maupun perempuan, dan mengancam pelanggarnya dengan siksa yang pedih. Hal ini dikemukakan dalam Q.S. al-Buruj:10.

Perbedaan Perempuan dan Laki-laki

Dalam Q.S. Ali ‘Imran:36, Allah SWT menegaskan bahwa secara  kodrati laki-laki memang berbeda dari perempuan. Letak perbedaan ini, menurut K.H. Ali Yafie, sebagian besar menyangkut dua hal, yaitu: perbedaan biologis dan perbedaan fungsional dalam kehidupan sosial.
Dalam hal aurat, Islam mewajibkan perempuan menutup seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangannya, sementara aurat laki-laki hanya pusar sampai lutut. Perbedaan lainnya adalah bahwa khatib dan (atau) imam dalam sholat Jum’at adalah laki-laki, sedangkan perempuan tidak, bahkan keikutsertaannya dalam sholat Jum’at dipandang sunnah. Terdapat pula hukum yang khas bagi perempuan, sperti hukum tentang haid, masa ’iddah, kehamilan, dan penyusuan.
Dalam konteks kepemimpinan keluarga, Islam memandang Istri bukan hanya mitra suami, melainkan juga sahabatnya, artinya, keduanya bukan hanya harus bekerjasama dan tolong-menolong dalam urusan rumah tangga, tetapi juga saling mencurahkan cinta dan kahis sayang (Q.S. al-A’raf:189, al-Nisa’:9, al-Rum:21).

Hak-hak Perempuan
Disamping kesamaan yang dimiliki laki-laki dan perempuan, Islam juga memberikan sejumlah hak kepada perempuan. Quraish Shihab menyebutkan beberapa hak yang dimiliki perempuan meurut Islam, yaitu:

a.         Hak politik
Salah satu ayat yang dikaitkan dengan hak-hak politik kaumperempuan adalah yang tertera dalam Q.S. al-Taubah:71 yang menjelaskan kewajiban melakukan kerjasama antara lelaki dan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan yang dilukiskan dengan kalimat “menyuruh mengerjakan yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar.

b.        Hak profesi
Dalam hal memilih pekerjaan, secara singkat dapat dikemukakan bahwa perempuan mempunyai hak untuk bekerja selama pekerjaan tersebut membutuhkannya dan (atau) selama mereka membutuhkan pekerjaan tersebut.

c.         Hak dan kewajibab belajar
Hak dan kewajiban belajar perempuan (dan laki-laki) sangat banyak dibicarakan ayat al-Qur’an dan hadis Nabi SAW. Wahyu pertama al-Qur’an adalah perintah membaca atau belajar.

d.        Hak sipil

Menurut Muhammad Utsman al-Huyst, perempuan dalam Islam memiliki hak-hak sipil sebagaimana laki-laki, seperti: hak kepemilikan, mengatur hartanya sendiri, melakukan perjanjian, jual-beli, wasiat, hibah, mewakili atau menjamin orang lain, serta hak memilih suami.

e.         Hak berpendapat

Perempuan juga boleh berpendapat dan dipertimbangkan pendapatnya itu (Q.S. al-Mujadilah:1-4). Dalam kehidupan berumah tangga, jika sang istri merasa tidak sanggup melanjutkan perkawinannya dengan suami, Islam juga memberikan hak gugatan cerai kepada perempuan yang dikenal dengan istilah khulu’.

Hadis-hadis dan Tafsir yang “Merendahkan” Perempuan
Hadis-hadis tersebut antara lain:
“Barang siapa menuruti isterinya, maka ia masuk neraka.”

“Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada kaum perempuan” (HR. al-Bukhari, Ahmad, dan al-Nasa’i).

“Aku tidak menyaksikan orang yang kurang akal dan agamanya, dibanding perempuan.” Lalu, seorang perempuan bertanya, “Apa kekurangan kami” “Kekurangan akalnya, karena kesaksian dua orang wanita dinilai sama seperti kesaksian seorang pria. Kekurangan agamanya, karena seorang diantara kamu tak puasa di bulan Ramadhan (akibat haid), dan beberapa hari diam tanpa sholat.” (HR. Abu Dawud).

“Perempuan menghadap dalam bentuk setan, dan membelakangi dalam bentuk setan. Jika salah seorang dari kamu melihat perempuan, maka hendaklag ia kemudia berkumpul dengan keluarganya. Sesungguhnya yang demikian itu dapat menolak gejolak jiwanya” (HR.Muslim).

Adapun contoh penafsiran terhadap ayat al-Qur’an yang merendahkan perempuan adalah ayat: al-rijaalu qawwaamuna ‘alan-nisaa (Q.S. al-Nisa’:34), yang ditafsirkan sebagai laki-laki harus memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari pada perempuan dalam segala bidang, dan perempuan dianggap tidak berhak untuk memimpin.

Terkait dengan hadis, dibutuhkan kajian mengenai kualitas (sahih, dha’if, atau maudhu’) dan konteks (sebab) munculnya hadis-hadis tersebut. Sedangkan dalam hal tafsir terhadap ayat-ayat al-Qur’an dibutuhkan telaah atas berbagai metode tafsir dan konteks (sebab) turunnya ayat tersebut.

Pandangan Islam Tentang Feminisme

Ide-ide feminisme tampaknya cukup menarik minat Muslim dan Muslimah yang progresif dan mempunyai semangat dan idealism yang tinggi untuk mengubah kenyataan yang ada menjadi lebih baik. Ketidaksesuaian feminisme dengan islam antara lain terkait dengan ide persamaan kedudukan dan hak antara perempuan dengan laki-laki, ide penindasan terhadap perempuan dalam institusi keluarga, metode yang ditempuh untuk menghilangkan penindasan terhadap perempuan, maupun ide-ide feminisme Muslim liberal.
Dalam pandangan Islam, ide dasar dan utama yang diperjuangkan oleh feminisme berupa keadilan antara laki-laki dan perempuan dalam wujud kesetaraan kedudukan dan hak antara perempuan dengan laki-laki adalah sesuatu yang tidak benar dan menyalahi kodrat kemanusiaan.
Dalam konteks keluarga, Islam memandang perempuan sebagai pasangan, partner, dan sahabat laki-laki dalam menjalankan tugas mengabdi kepada Allah SWT dan menjadi khalifah di bumi melalui pembagian pekerjaan di antara keduanya. Selain itu Islam tidak memandang peran seseorang sebagai penentu kualitas kehidupan seseorang. Tolok ukur kemuliaan dalah ketakwaan yang diukur secara kualitatif, yaitu sebaik apa-bukan sebanyak apa-seseorang bertakwa kepada Allah SWT (Q.S. al-Hujurat:13 dan al-Mulk:2).

Kritik Terhadap Faminisme

Gerakan feminisme diakui telah banyak membawa perubahan positif pada kondisi perempuan. Kritik tersebut bersifat teoritis, namun lebih sering berupa bukti nyata kegagalan feminisme. Kritik dan tanggapan negatif tersebut, antara lain:

1.        Berbagai eksperimen membuktikan bahwa pria dan perempuan sama mengalami kegagalan. Contohnya, ketika pada tahun 1997 pemerintahan Inggris memberlakukan :gender free approach” dalam merekrut tentaranya dan memberlakukan ujian fisik yang sama.

2.        Eksperimen penerapan persamaan jender juga dilakukan negara-negara Skandinavia. Mereka mengkampanyekan agar laki-laki tidak malu berkerja di sektor domestik, dan sisi lain mendorong perempuan untuk bekerjaan di luar rumah dengan cara menyediakan tepat penitipan anak (day care center) secara besar-besaran.

3.        Germaine Greer, salah satu tokoh feminisme, pada tahun 1999 menerbitkan buku barunya, The Whole Woman. Greer menggambarkan betapa sesudah berpuluh tahun gerakan feminisme, gadis-gadis sekarang masih dijajah oleh konsep “perempuan cantik”.

4.        Munculnya para feminis radikal yang mengutuk system patriarki, mencemooh perkawinan, menghalalkan aborsi, menyarankan lesbianism dan revolusi seks, justru menodai reputasi gerakan itu.

5.        Gerakan feminis di Barat berangsur-angsur surut. Akhirnya, muncul gerakan anti tesis yang menyeru kaum wanita agar kembali ke konsep awal.

6.        Professor T.J. Winters-yang sesudah menjadi Muslim kini bernama Abdal-Hakim Murad (Universitas Cambridge), mencatat bahwa feminisme tahun 1960-an dan 1970-an adalah “feminisme kesejajaran” yang berjuang menghilangkan ketimpangan jender yang menurut mereka semata-mata social construct yang bisa diubah lewat pendidikan dan media. Sedangkan feminisme tahun 1990-an adala “feminisme perbedaan” yang berakar pada  semakin tumbuhnya kesadaran bahwa faktor alami (nature) itu sama pentingnya dengan faktor pengasuh (nurture) dalam pembentukan perilaku pria dan wanita.

Demikianlah berbagai bukti dan kritik yang menunjukkan bahwa feminisme bukan pilihan yang bijak dan benar untuk memajukan dan mengangkat martabat perempuan. Meskipun begitu, umat Islam perlu mengambil sisi positif munculnya feminisme di kalangan umat Islam. Keberadaan tatanan sosial masyarakat yang cenderung merugikan perempuan di berbagai wilayah yang mayoritas berpenduduk Muslim.


Sebagai umat Muslim kita hendaknya lebih memahami tentang konsep Islam tentang perempuan. Dalam ajaran Islam telah dijelaskan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sama. Masyarakat harus merubah anggapan mereka bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah dan laki-laki adalah yang paling kuat dan berkuasa. Selain itu kita harus saling melengkapi, melindungi, dan saling menghargai antara hak dan kewajiban serta perpedaan yang telah diciptakan oleh Allah SWT.

Sekian dari saya, kurang lebihnya mohon maaf...
Wassalamu alaikum wr. wb.




referensi :
https://id.wikipedia.org/
http://ryrykyuuya.blogspot.co.id


0 komentar:

Posting Komentar